MELETAKAN PILAR PERUBAHAN, MEMERANGI KEMISKINAN


Judul buku      : Membangun Bersama ITS;
  Meletakan Dasar, Menuai Hikmah
Penulis             : Mohammad Nuh
Penerbit           : ITS press
Cetakan           : Pertama 2007
Tebal               : xvii+286 halaman
ISBN               : 978-979-8897-19-1


MELETAKAN PILAR PERUBAHAN, MEMERANGI KEMISKINAN


Arus globalisasi membawa dampak perubahan yang signifikan dalam kehidupan. Khususnya dalam pendidikan. Pendidikan (Perguruan Tinggi) saat ini mengalami perubahan paradigma peran dan fungsinya.
Kalau dulu perguruan tinggi dituntut hanya untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi yang memadai, memberikan keteladan, dan menjadi perekat suatu bangsa. Tetapi Perguruan tinggi sekarang dituntut untuk berperan dalam pembangunan ekonomi (agent of ecokonomi develepment). Sebagai konsekunsinya terjadi perubahan pengelolaan perguruan tinggi kearah korporat. Sehingga muncul konsep Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PTBHMN).
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) merupakan bagian dari perguruan tinggi, mau tidak mau harus mengikuti perubahan itu. Melalui buku yang berjudul “Membangun Bersama ITS; Meletakan Dasar, Menuai Hikmah” akan membahas persoalan itu.
Buku ini, terdiri enam bagian pokok yaitu; Mengubah Tradisi, Meletakan Pilar Perubahan, Membangun Transparansi, Mengukuhkan cita-cita, Mengevaluasi Diri, dan Berbuah Hikmah.
Pada bagian pertama, Ada empat tradisi yang harus dibangun untuk mencapai tujuan ITS (2003-2007). Yakni Tradisi keilmuan, kerja keras, kerapian manajemen, dan kuatnya ikatan sosial (sosio-cohesiveness). Sebuah harapan bahwa empat tradisi yang dibangun mampu mendorong pengembangan ITS kedepan lebih sistematis, terukur, efektif dan mampu berkompetitif.
Salah satu tujuan yang hendak dicapai ITS adalah menjadi PTBHMN. Esensi dari PTBHMN adalah pemberian otoritas dalam mengelola seluruh sumber-daya yang dimilikinya secara otonom. Dengan otonomi yang dimiliki, ITS lebih fleksibel untuk merancang, mengembangkan dan merealisasikan seluruh gagasan yang dimiliki sesuai dengan budaya dan value yang dimiliki ITS. Sehingga persoalan PTBHMN tidak lagi hanya dipandang sebagai masalah akan mahalnya biaya pendidikan.
Memang harus disadari membangun pendidikan yang berkualitas memerlukan dana tak sedikit alias mahal. Bukan berarti mahalnya biaya pendidikan dibebankan mahasiswa seluruhnya. Akan tetapi perguruan tinggi harus mencari jalan keluar dengan mengoptimalkan seluruh sumber daya yang ada dan dikelola secara efesian, efektif dan akuntabilitas. Dan tidak kala pentingnya adalah bekerja sama dengan siapa saja yang memiliki kepedulian terhadap peningkatan pendidikan berkualitas (hal;21-22).
Pada bagian kedua, mengulas bagaimana peran peruguruan tinggi terhadap kemiskinan. ITS merupakan bagian dari perguruan tinggi harus mempunyai peran terhadap masalah kemiskinan. Paling tidak ada tiga peran dalam memerangi kemiskinan. Pertama, mengikutsertakan keluarga tidak mampu sebagai mahasiswa melalui program keberpihakan.
Kedua, reorentasi kosentrasi pengembangan Tridarma perguruan tinggi yang lebih mengarah pada pemberdayaan masyarakat. Ketiga, mengembangkan hasil riset yang meningkatkan produktifitas, nilai tambah, dan kinerja yang berujung pada peningkatan daya saing bangsa.(hal;61-63)
Pengalaman ITS pada skala kecil dapat dijadikan contoh sukses untuk memotong rantai kemiskinan didalam kelurga tidak mampu. Melalui keikutsertaan mahasiswa yang kurang mampu diharapkan hasilnya bermuara pada peningkatan kemampuan untuk memperoleh pekerjaan atau menciptakan pekerjaan.
Pada titik inilah pendidikan sesungguhnya merupakan jalan keluar yang tidak hanya menyelesaikan masalah kemiskinan struktural, tetapi lebih dari itu mengangkat derajat martabat bangsa.
Pada pokok bahasan lain, Membangun Transparansi merupakan penterjemahkan strategi yang dibangun ITS, contoh saja kerapian manajemen harus dijadikan tradisi. Beragam landasan berpikir yang dapat digunakan tentang pentingnya kerapian manajemen. Mulai landasan agama (Islam) sampai landasan manajemen modren. Misalnya, dalam agama, landasan itu termuat dalam Al-Qur’an (QS;2:282) yang memiliki makna tulis dan cacat semua yang akan dikerjakan, dan kerjakan semua yang tulis. Nah, didalam konsep manajemen modern itu dikenal dengan transparansi (keterbukaan) (hal;94).
Transparansi merupakan salah satu prinsip Good Copration Governance (GCG) yang menjadi kaharusan dalam pengelolaan perguruan tinggi negeri. Sebuah harapan nantinya ITS mengarah ‘ publik universty’. Artinya keseluruhan aktivitas ITS harus dapat dipertanggung jawabkan kepada publik karena publik ikut menyertakan modal, biaya operasional dan pengembangnya.
Salah satu buah transparansi adalah meningkatnya partisipasi publik dalam mengerakkan roda organisasi mulai dari tingkat unit maupun tingkat rektorat. Untuk menindak lanjuti tingkat partisipasi yang ada perlu dibuat even ITS Management Award (IMA). Kegiatan ini  dimaksudkan melakukan perbaikan kinerja, membiasakan diri berkompetitif secara sehat dan menjaga tingkat partisipasi. Jika semua nilai itu dilakukan maka setiap unit memiliki pondasi yang kokoh dalam membangun ITS (hal;102).
Bentuk konkrit dari transparansi misalnya, membuat laporan apa adanya tanpa ada rekayasa. Laporan yang ideal adalah laporan yang mampu mencerminkan, memotret apa adanya seluruh kegiatan sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku.
Pada bagian mengukuhkan cita-cita. Penulis, melihat bahwa pada era globalisasi banyak tantangan yang harus dihadapi, yaitu kompetisi yang makin tinggi, menyiapkan generasi yang siap menghadapi pasar global. Maka sistem pendidikan kita harus ‘meracik bumbu’ guna mempersiapkan peserta didik siap mencapai kesuksesan berkompetisi di pasar global.
Tesis yang digunakan dalam tulisan ini adalah; Kesuksesan dalam berkompetisi ditentukan nilai kredibilitas (keadaan dapat dipercaya). Baik dalam skala individu, organisasi, masyarakat atau suatu bangsa. Nilai kredibilitas itu bisa dibentuk dari empat aspek; kejujuran, kecerdasan, komitmen dan komunikasi. Keempat nilai itu dapat diambil dari sifat Nabi Muhammad SAW yakni shidiq, fathonah, amanah, dan tablig (hal;129).
Jika keempat nilai itu diaplikasikan dalam kehidupan kampus ITS, kemungkinan besar ITS mampu mengembangkan visinya sebagai pusat ungulan (center of excellence) yang terbaik dibidang pendidikan teknik di Indonesia dan memiliki reputasi yang disegani dikawasan Asia Tenggara dan dunia pada umumnya.
$0ASelain itu, buku ini juga membahas tentang pendidikan politik dikampus. Menurut penulis, pada pemilu legislatif 2004 kampus tidak boleh terkontaminasi dengan kepentingan politik. Kehidupan kampus dikhawatirkan terganggu dengan hiruk piku partai politik. Toh, Pendidikan politik tidak hanya berupa kampanye saja tapi banyak cara yang dilakukan untuk bisa ‘melek’ politik.
Namun pada saat pemilu capres (calon presiden) dan cawapres (calon wakil presiden) justru perguruan tinggi dianjurkan untuk mengundang capres dan wapres. Alasan yang dibangun adalah pemilu capres ini lebih strategis untuk menyelesaikan persoalan bangsa dan negara saat ini. Selain itu juga kampus bisa mengukur kemampuan dan potensi dari para capres-cawapres dalam kerangka menyelesaikan persoalan bangsa dan negara.
Dua pandangan yang berbeda terkait dengan pendidikan politik dikampus. Penulis terkesan tidak konsisten dengan argumentasi yang bangun. Keduanya sama-sama instrumen ‘pesta demokrasi’ yang nantinya dikawatirkan, kampus dijadikan komoditas politik.
Pada bagian terakhir, Menuai Hikmah. Ada hikmah yang bisa diambil dalam bagian ini. Misal saja pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Ada dampak negatif dari pemanfaatan Iptek yakni ledakan pabrik kimia, ledakan perusahan nuklir di Chernobyl (bekas wilayah Uni soviet) yang sangat mencengangkan, kerusakan lingkungan, bioteknologi yang memasuki rekaya genetika pada manusia dan binantang (hal;198).  
Memang harus diakui, Iptek juga memberikan kontribusi positif terhadap kehidupan umat manusia. Tapi mengapa dibalik sisi positif tersebut memberikan kemudharatan yang sangat besar. Maka berangkat dari sinilah perlu paradigma baru dalam pengembangan Iptek yakni pentingnya aspek moralitas. Artinya bahwa pengembangan Iptek tak sekedar diukur dari nilai ekonomis saja, tetapi lebih dari itu pengembangan Iptek lebih memberikan manfaat bagi seluruh manusia, meningkatkan keadilan, mampu meredam kedzaliman serta dapat dipertanggungjawabkan baik pada umat manusia maupun Tuhan.
Buku setebal 268 halaman ini, memang harus diakui sedikit ‘berat’ untuk dibaca. Banyak istilah-istilah ilmiah dan sains yang digunakan untuk merajut sebuah kalimat sehingga butuh untuk menterjemahkan terlebih dahulu untuk memahami ide dan gagasanya. Apalagi isinya menyakut persoalan pendidikan dan teknologi yang dikorelasikan dengan masalah bangsa.
Terlepas buku ini ‘berat’ untuk dibaca. Ada pelajaran yang berharga patut dijadikan contoh, bahwa buku ini ditulis dari setiap kejadian atau peristiwa yang dialaminya baik dari obrolan yang ringan, diskusi maupun seminar. Nah, ini menginspirasi pembaca untuk dapat ‘menjahit’ sebuah ide dan gagasan dalam setiap moment walaupun dalam bentuk sederhana, ‘pengarsipan’ sebuah ide dan gagasan dalam bentuk tulisan itu lebih bermakna.
Melihat dari isinya, baik dalam kontek ke-ITS-an maupun masalah sosial pada umumnya, buku ini layak dibaca oleh civitis akademika ITS dan juga cocok dibaca oleh para pemangku kebijakan (kepala sekolah, ketua yayasan, dan rektor) karena banyak konsep- konsep yang mengarah pendidikan berkualitas. Selain itu buku ini pas dibaca oleh semua pihak yang peduli terhadap nasib pendidikan kedepan karena peran serta semua steakholder dalam pendidikan dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan pendidikan di era modern saat ini.(sriyanto)
        

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membakar Spirit Menulis